Selasa, 05 Februari 2008

Religiositas dan Implementasinya dalam Kehidupan

Kompas -- 7 Mei 1998


Oleh Sofyan Badrie *) SOSOK Y B Mangunwijaya adalah pribadi penuh ketangguhan dan kegigihan. Ketangguhan dan kegigihannya diwujudkan dalam membela harkat dan martabat manusia. Terutama rakyat kecil-miskin yang terpinggirkan. Seandainya Indonesia memiliki 100 orang seperti Mangunwijaya,barangkali iklim dan suasana bangsa kita lebih semarak. Paling tidak,makin banyak saksi dan pelaku sejarah pembela kemanusiaan di tengahhiruk-pikuknya individualisme. Bertemu dengan Romo Mangun, yang lahir tanggal 6 Mei 1929 di Ambarawa, Magelang Jawa Tengah, laksana bertemu dengan esensi dan hakikat. Karya-karyanya merefleksikan hakikat manusia, baik di bidang sosial, politik, agama dan budaya. Ungkapan dan kata-katanya membawa pada kesadaran akan citra dan hakikat kemanusiaan sendiri. Perjuangannya terhadap kemanusiaan direalisasikan lewat pengabdianpada sesama. Misalnya, perbaikan rumah dan tempat tinggal kaumtersisih yang berada di pinggir Sungai Code, Yogyakarta, beberapatahun silam. Walaupun ia seorang pastor Katolik, namun pengabdiannya pada sesama tidak terbelenggu konvensi primordialistik keagamaan. Sepak terjang Romo Mangun tidak terbatas hanya perbaikan fisik kaumpapa, namun juga menyangkut aspek vital yaitu empowering pemberdayaansumber daya manusia. Berbagai macam buku sebagai penunjangpemberdayaan juga disediakan, sehingga "menggeluti" bahan pustaka menjadi tradisi sekaligus bagian dari hidup mereka. Keinginannya tinggal bersama kaum miskin itu karena ia tahu pastibahwa sesuatu yang ingin dimiliki kaum miskin adalah harga diri. Kaumitu memerlukan orang yang bisa diajak berbincang dan berbagi rasa.Untuk keperluan itulah Romo Mangun meninggalkan pastoran dan memilihhidup bersama mereka. *** NAPAK tilas Romo Mangun ini menarik untuk dikaji. Mengapa pribadiMangun bisa mendekonstruksi belenggu konvensi primordialistikkeagamaan, sehingga dapat menolong dan memberikan cinta kasih kepadasiapa saja yang tertindas sisi kemanusiaannya? Padahal manusia modernpenuh pamrih berbagai kepentingan. Barangkali, inilah yang menyebabkan mengapa bila bertemu Romo Mangunadalah bersua dengan esensi dan hakikat. Yang selalu mengedepankanhati nurani sebagai hakikat dan citra kemanusiaan sejati. Terlebihlagi pandangannya tentang religiositas - kata kunci gagasan Mangun dalam beberapa hal "mengatasi" segala sekat-sekat agama secara formal. Religiositas. Kata ini mempunyai makna khusus bagi Romo Mangun.Sebenarnya apa makna dan signifikansi religiositas itu? Apakah agama-secara formal - kemudian menjadi tidak penting lagi? Lalu, apa relevansi religiositas bagi manusia modern? Tulisan ini mencobamengelaborasi persoalan-persoalan itu.Religiositas, menurut Romo Mangun, adalah sesuatu yang lebih melihat aspek yang "di dalam lubuk hati," riak getaran hati nurani pribadi;sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas jiwa, ducoer dalam arti Pascal, yakni cita-rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalamanpribadi manusia. Karenanya, pada dasarnya religiositas "mengatasi"atau lebih dalam dari agama yang tampak, formal dan resmi. Religiositas lebih bergerak dalam tata paguyuban (gemeinschaft) yangcirinya lebih intim. (Sastra dan Religiositas, Kanisius Yogyakarta 1988). Dalam pengamatan Romo Mangun, realitas, praksis kehidupan, terdapattidak sedikit orang menganut secara formal agama tertentu namunpraktek kehidupannya ternyata tidak mencerminkan sikap dan perilakuorang beragama. Boleh jadi, motivasi keberagamaannya karena jaminanmateri, karier politik, ingin memperoleh jodoh maupun kedudukan ataujabatan. Sehingga tidak dapat disangkal bila koruptor-koruptorbesar-kecil, lintah darat, penindas, penipu, orang cabul adalah jugaorang beragama. Lalu, apa fungsi dan peran agama bila tidak mampumenciptakan manusia yang berperikemanusiaan? Ada pula orang yang secara formal ia ateis atau tidak menganut agamaapa pun namun pada praksis perilaku, sikap dan usahanya sangatberperikemanusiaan. Ia suka menolong orang, rendah hati, toleran,berlaku bijak dan rela mengorbankan kepentingan pribadinya demikepentingan umum. Apakah orang semacam ini dikategorikan jahatwalaupun tidak menganut agama? tanya Mangun. Oleh karenanya, menurut Mangun, religiositas pada kodratnya inklusif.Sedang agama adalah eksklusif. Religiositas (iman dan takwa)mempersatukan, karena ia adalah sikap dasar yang menjiwai setiap orang walaupun berbeda agama. Maka yang terpenting adalah bukan to have religion tetapi being religius. Inilah yang harus dihargai dandiusahakan serta didialogkan. *** DEWASA ini ada kecenderungan menggunakan pengertian agama sebagaislogan-slogan kemasyarakatan. Hal tersebut mereduksi makna danmempersempit pengertian agama. Bahkan bisa menyimpang dari misi agamasemula. Karenanya, Romo Mangun melihat agama praktis-historis bersifat eksklusif karena beroperasi dalam kerangka kolektivitas, institusi,sosiologis, politis-ekonomis, organisasi, tradisi, adat, konvensi, peraturan dan lain sebagainya. Agama yang demikian cenderung digunakan untuk membela kepentingan setiap lembaga itu. Bila demikian, apakah kemudian agama menjadi tidak penting? MenurutMangun, agama tetap penting, tetapi agama sebagai sebuah pelembagaaniman sebenarnya hanya penangkapan relatif manusia terhadap wahyuTuhan. Wahyu memang mutlak, tetapi penangkapan manusia terhadapnya(agama) adalah nisbi. Karena itu, fungsi religiositas (iman dan takwa) "mengatasi" agama.Orang boleh menganut agama apa pun secara formal. Namun merekamempunyai religiositas yang sama, yang sifatnya mempersatukan. Padaaspek ini, titik temu agama-agama dapat dilahirkan. Sementara dialogadalah mediator yang menyatukan visi dan misi agama dalam menghadapitantangan global abad ke-21. Empat persoalan penting dunia sekarangdan masa depan adalah menjamin dan memekarkan keadilan sosial,nilai-nilai moral, kemerdekaan manusia dan perdamaian. *** DENGAN demikian, menurut Mangun, mempersoalkan agama apa yang dianutoleh seseorang menjadi tidak relevan. Yang utama adalah apakahseseorang pro-Kerajaan Allah ataukah anti-Kerajaan Allah. Hal iniberlaku bagi semua umat beragama. Harapan idealnya, adalah orang yangberagama harus religius sekaligus pro-Kerajaan Allah. Agama bertugas menjaga agar kehidupan masyarakat manusia teratur danpemujaan Allah secara bersama tidak simpang-siur atau menyeleweng.Maka agama berkecimpung dalam peraturan dan hukum, dalam ajaran,khotbah dan manifestasi publik serta tata-pementasan. Sementarakualitas juga diperhatikan, namun hanya mungkin sepanjang masih dapatdilihat, diukur dan dinilai dari luar. Karena itu nilai-nilai agama harus ditransformasikan. Agama dalammasalah-masalah prinsipiil, katakanlah kalau boleh mengambil kiasanilmu pengetahuan, adalah ilmu pengetahuan dasar, bukan ilmu terapan.Agama hanya hidup dan punya arti kalau ada dalam situasi, applieddalam situasi. Sebab kalau tidak, agama hanya merupakanprinsip-prinsip yang mengambang di udara, tidak ada nilai-nilaipraktisnya. Agama harus praktis, karena agama memang bertugasmengintegrasikan manusia, supaya tidak ambrol dari dalam. Agama - diakui Romo Mangun - walaupun mempunyai fungsi praktis tetapibukan segala-galanya. Agama terbatas. Agama pada dasarnya lebih padainti kehidupan yang mengolah the last thing, yang paling final.Tetapi, kehidupan manusia tidak hanya pada yang final, adapersoalan-persoalan kontemporer sifatnya, sedangkan hal-hal yangpaling final tidak bisa diterapkan pada semua wilayah kehidupan,tetapi tidak langsung. Melalui agama - religiositas -, menurut Mangun, manusia seharusnyasejak dahulu harus berubah total dari manusia lama menjadi manusiabaru yang berkualitas dalam berbagai dimensi. Perubahan itu darimanusia lama yang berdosa, buruk, yang serba curiga, serba membunuh,benci-dendam, serba menindas orang lain, menjadi manusia baru yangpenuh cinta-kasih, penuh harapan, penuh kepercayaan, suka menolong,berkorban, kecil pamrih, toleransi dan dilandasi semangat religius. Demikian satu sisi pokok pemikiran Romo Mangun, yang intinya inginmemadukan dunia transenden dengan dunia nyata. Sehingga agama duniatransenden - dapat membumi dan memanusiakan manusia sekaligusmembangun manusia baru. Dan, selamat ulang tahun serta panjang umur,Romo. Salam.

*) Sofyan Badrie, mantan redaktur majalah Institut IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat, kini staf pada Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) Jakarta.